WALHI: SHGB Laut Harus Seizin KKP, Bisa Melanggar Hukum
Berdasarkan Putusan MK Nomor 3 Tahun 2010.

Fortune Recap
- WALHI menilai ada potensi pelanggaran hukum terkait penerbitan sertifikat HAT di wilayah laut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2010.
- Larangan pemberian hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bertujuan mencegah pengkaplingan, privatisasi, dan merugikan nelayan tradisional serta masyarakat lokal.
- Pasal 65 ayat (2) PP Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari kementerian kelautan dan perikanan.
Jakarta, FORTUNE – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai ada potensi pelanggaran hukum terkait penerbitan sertifikat hak atas tanah (HAT) di wilayah laut. Hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam Putusan MK tersebut, ditegaskan bahwa pemberian hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bagi para pengusaha adalah dilarang.
Menurut WALHI, larangan tersebut bertujuan untuk mencegah pengavelingan atau privatisasi yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan, diskriminasi secara tidak langsung, menghilangkan hak tradisional yang bersifat turun-temurun, serta mengancam penghidupan nelayan tradisional, masyarakat adat, dan masyarakat lokal.
Harus seizin Kementerian Kelautan dan Perikanan
Selanjutnya, dalam Pasal 65 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan atas izin kementerian di bidang kelautan dan perikanan.
“Merujuk pada pernyataan sebelumnya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa keberadaan pagar di atas laut di wilayah Tangerang tidak memiliki izin (ilegal), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat potensi pelanggaran hukum dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah tersebut,” kata Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/1).
Sebelumnya, Senin (20/1), Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nusron Wahid mengakui terdapat sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit di kawasan Pagar Laut Tangerang, Provinsi Banten.
Nusron menyebut setidaknya ada 263 bidang tanah dalam bentuk SHGB dengan kepemilikan sebanyak 234 bidang tanah atas nama PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan sebanyak 20 bidang tanah atas nama PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS), serta 9 bidang tanah atas nama perorangan. Selain itu, terdapat SHM sebanyak 17 bidang.
WALHI desak pemerintah batalkan izin
Adapun WALHI meminta pemerintah mengevaluasi dan membatalkan pemberian hak atas tanah pada korporasi dan perorangan di atas wilayah laut Tangerang.
“Mengusut pelanggaran hukum pada proses pemberian hak atas tanah yang melibatkan para mafia tanah baik penerbit maupun pemegang sertifikat,” ujar Zenzi.
WALHI juga mendesak pemerintah untuk menghentikan upaya reklamasi pada wilayah pesisir dan laut Banten karena menutup akses ke sumber penghidupan masyarakat pesisir dan merusak lingkungan di sumber material pengurukan lahan. Selain itu, mereka pun mendorong pemerintah untuk membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
“Karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis, dan masif,” kata Zenzi.
Kemudian, WALHI juga telah menelusuri dua perusahaan, yaitu PT IAM dan PT CIS yang mendapatkan SHGB dengan total sebanyak 254 bidang tanah.
“Berdasarkan penelusuran WALHI melalui dokumen akta perusahaan, kedua perusahaan terindikasi berafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group, sebuah korporasi pengembang properti raksasa,” tutur Zenzi.
Eks Menteri Kelautan diduga jadi komisaris PT IAM dan PT CIS

Lanjut dia, afiliasi Agung Sedayu Group terlihat dari kepemilikan saham PT Agung Sedayu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua. Selain kepemilikan saham dari PT Agung Sedayu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua, afiliasi Agung Sedayu Group tampak dari munculnya nama Menteri Kelautan dan Perikanan 2004-2009, Freddy NUmberi sebagai komisaris PT IAM dan PT CIS. Selain itu, ada pula nama Belly Djaliel sebagai direktur.
“Dua nama perorangan tersebut merupakan pengurus pada beberapa entitas usaha Agung Sedayu Group,” ungkap Zenzi.