Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Modantara Soroti Aturan BHR Ojol: Terkesan Dipaksakan

Presiden Prabowo Subianto mengimbau perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi ojek daring memberikan bonus hari raya kepada mitra pengemudi atau kurir dengan ketentuan mempertimbangkan keaktifan kerja, dimana saat ini terdapat sekitar 250 ribu pekerja pengemudi ojol dan kurir online yang aktif dan sebanyak 1-1,5 juta orang berstatus paruh waktu. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.
Intinya sih...
  • Modantara menyatakan ketidakselarasan aturan BHR ojol dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
  • Perhatian terhadap ketentuan pemberian bonus kepada semua mitra tanpa mempertimbangkan produktivitas mereka.
  • Kritik terhadap beban tambahan bagi platform digital yang dapat mengganggu keseimbangan finansial dan keberlanjutan ekosistem industri digital.

 Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) menyoroti beberapa poin pada Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nomor M/3/HK.04.OANU2A25 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi.

Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, mengatakan aturan tersebut mencerminkan ketidakselarasan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto dan cenderung tidak menggambarkan pemahaman terhadap kompleksitas industri dan ekosistem.

“Kami menghargai setiap upaya untuk mendukung mitra. Namun, kebijakan juga harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan industri dan fleksibilitas yang menjadi dasar ekosistem ini. Memaksakan kebijakan yang tidak realistis justru berisiko menciptakan masalah lebih besar, termasuk meningkatnya angka pengangguran dan hilangnya peluang ekonomi bagi jutaan masyarakat yang mengandalkan platform digital sebagai sumber penghasilan alternatif,” kata dia lewat keterangannya, Selasa (18/3).

Salah satu poin yang menjadi perhatian Modantara adalah ketentuan bahwa Bonus Hari Raya (BHR) harus diberikan kepada seluruh mitra yang terdaftar secara resmi, tanpa mempertimbangkan produktivitasnya.

“Pemberian bonus kepada semua mitra, termasuk yang baru mendaftar atau hanya menyelesaikan satu hingga dua pesanan, jelas tidak adil bagi mereka yang telah bekerja keras dan konsisten. Umumnya, bonus diberikan berdasarkan kinerja, bukan sekadar status pendaftaran,” kata Agung.

Modantara juga menyoroti ketentuan mengenai perhitungan BHR sebesar 20 persen dari pendapatan rata-rata bulanan mitra selama 12 bulan terakhir. Agung menilai persentase tersebut tidak mempertimbangkan kemampuan finansial perusahaan, sebagaimana arahan Presiden Prabowo.

“Angka ini ditetapkan secara sepihak dan berpotensi memberatkan sebagian besar platform, terutama karena tidak ada definisi jelas mengenai ‘pendapatan bersih’ yang menjadi dasar perhitungan,” ujar Agung.

Selain itu, Modantara juga menyoroti potensi kesalahpahaman di lapangan akibat imbauan yang menyatakan bahwa mitra di luar kategori produktif tetap mendapatkan bonus secara proporsional.

“Kebijakan ini menciptakan ekspektasi keliru bahwa mitra yang sudah lama tidak aktif atau hanya aktif sebentar tetap berhak atas bonus. Padahal, sesuai arahan Presiden, mitra yang tidak aktif seharusnya tidak memperoleh BHR,” katanya.

Beban tambahan bagi platform digital

Aturan yang menyatakan bahwa pemberian BHR tidak boleh mengurangi manfaat lain yang telah diberikan oleh perusahaan juga menjadi perhatian Modantara. Mereka menilai semakin banyaknya kewajiban yang dibebankan kepada platform dapat mengganggu keseimbangan finansial dan keberlanjutan ekosistem industri digital.

Beberapa platform aplikasi, menurut Agung, telah menyatakan keberatan terhadap aturan ini. Sebagian memilih untuk mengevaluasi mekanisme insentif tambahan bagi mitra, sementara lainnya mengaku tidak mampu secara finansial untuk mengikuti kebijakan tersebut.

Modantara menegaskan surat edaran ini bukan regulasi yang mengikat secara hukum.

“Pemberian bonus tidak dapat dipaksakan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan usaha. Pemerintah juga tidak bisa memaksa perusahaan swasta yang mengalami kerugian untuk memberikan bonus. Karena, jika mereka bangkrut, pemerintah pun tidak akan memberikan bantuan,” kata Agung.

Modantara menyarankan pemerintah menggandeng pihak-pihak yang memiliki relevansi dan kredibel dengan kebijakan yang akan diambil, serta benar-benar merupakan bagian dari ekosistem. Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan dapat diterima oleh semua pihak dan tidak menimbulkan polemik yang berpotensi merugikan ekosistem industri digital.

“Keputusan yang tepat akan memberikan keseimbangan antara dukungan untuk mitra dan keberlanjutan industri, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Agung.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us