Pengusaha Tolak Mentah-mentah Rencana Penghapusan Outsourcing

- Apindo menolak penghapusan outsourcing yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto.
- Penghapusan outsourcing dapat berdampak negatif pada ekosistem usaha, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah.
- Apindo meminta pemerintah untuk membuka ruang dialog sebelum mengambil kebijakan strategis seperti penghapusan outsourcing.
Jakarta, FORTUNE - Rencana potensial penghapusan sistem alih daya (outsourcing) yang direspons Presiden Prabowo Subianto usai tuntutan buruh di Hari Buruh menuai penolakan keras dari kalangan pengusaha. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah mengkaji ulang secara komprehensif, khawatir langkah tersebut justru merusak ekosistem bisnis, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang selama ini menjadi tulang punggung rantai pasok.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menyatakan penghapusan menyeluruh alih daya bisa berdampak buruk. Menurutnya, fokus seharusnya bukan pada penghapusan sistem, melainkan pada perbaikan regulasi jika memang ada penyalahgunaan.
“Jangan lumbungnya yang dibakar, tikusnya yang ditangkap,” kata Bob saat ditemui di Jakarta, Selasa (6/5), menggunakan analogi untuk menggambarkan kekhawatiran Apindo terhadap rencana tersebut.
Bob menilai, praktik outsourcing tidak bisa dilihat dari sudut pandang sempit. Di banyak negara, model ini terbukti menjadi bagian penting dari sistem ketenagakerjaan yang efisien dan fleksibel. Ia mencontohkan India dan Filipina, dua negara yang berhasil membangun industri berbasis alih daya, masing-masing pada sektor teknologi dan teleservices.
Indonesia, lanjut Bob, juga memiliki perusahaan alih daya yang mampu beroperasi secara kelas dunia, seperti ISS Indonesia pada bidang cleaning service. Hal ini membuktikan bahwa alih daya memiliki potensi untuk "naik kelas" jika didukung kebijakan yang tepat.
“Memangnya perusahaan outsourcing kita enggak bisa naik kelas? Bisa saja jadi global atau world class outsourcing,” ujarnya optimistis.
Lebih lanjut, Bob mengingatkan outsourcing sering kali menjadi sarana bagi perusahaan besar menggandeng dan memberdayakan perusahaan-perusahaan skala lebih kecil. Apabila sistem ini dihilangkan tanpa solusi pengganti, justru pelaku UKM yang menggantungkan usahanya pada skema kemitraan alih daya akan terkena imbas paling parah.
Menyikapi pernyataan Prabowo terkait aspirasi buruh soal penghapusan outsourcing, Bob menilai Prabowo telah bersikap bijak dengan membuka ruang kajian mendalam dari berbagai pihak.
“Tolong dicermati kalimat Presiden [Prabowo] secara lengkap. Beliau dengar suara buruh, tapi juga minta persoalan ini dikaji. Kita harus realistis, harus pikirkan investasi,” katanya.
Dalam konteks perekonomian global yang tengah melambat, Bob menekankan betapa krusialnya menjaga iklim investasi. Ia menilai penghapusan outsourcing berpotensi mengurangi fleksibilitas tenaga kerja, yang pada akhirnya bisa menyulitkan investor untuk menanamkan modal.
“Investasi susah masuk kalau demand-nya enggak ada. Siapa yang mau investasi kalau demand turun terus? Sekarang hampir semua negara mengandalkan domestic demand, karena ekspor sudah sulit diharapkan,” katanya.
Menurut Bob, strategi yang lebih efektif saat ini adalah mendorong permintaan dalam negeri dan memberikan insentif guna menggerakkan roda perekonomian. Upaya pemerintah dalam menghadapi pelemahan ekonomi global, tambahnya, sebaiknya berfokus pada deregulasi, bukan menciptakan hambatan baru.
Apindo berharap pemerintah senantiasa membuka ruang dialog sebelum mengambil kebijakan strategis seperti penghapusan outsourcing, agar tidak mengorbankan sektor-sektor yang sesungguhnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja.
Sebelumnya, penghapusan sistem alih daya merupakan salah satu tuntutan utama serikat buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei lalu di Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Tuntutan itu disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal.
“Isu yang dibawa dalam perayaan May Day adalah menghapus outsourcing (tenaga alih daya), pembentukan satuan tugas pemutusan hubungan kerja (Satgas PHK), upah yang layak, dan perlindungan buruh dengan mengesahkan RUU (Rancangan Undang-Undang) Ketenagakerjaan yang baru,” ujar Said Iqbal pada saat itu.
Ketika hadir dalam acara May Day di Monas, Prabowo menyatakan memahami tuntutan tersebut. Namun, dia mengingatkan agar hal tersebut dikaji secara realistis dan tetap mempertimbangkan kondisi investasi.
"Saya juga akan meminta Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional segera mengejar bagaimana caranya agar kita bisa, kalau tidak segera, secepat-cepatnya menghapus outsourcing. Tapi, saudara-saudara, kita juga harus realistis,” kata Prabowo di hadapan massa buruh.
Menurut Prabowo, menjaga keseimbangan antara perlindungan hak-hak buruh dan kepastian bagi investor adalah tantangan besar yang harus dihadapi.
“Kalau mereka [investor] tidak investasi, tidak ada pabrik. Kalau tidak ada pabrik, kalian tidak bisa bekerja,” ujar Prabowo, menekankan pentingnya investasi bagi ketersediaan lapangan kerja.