Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Usai PHK Massal, ConocoPhililips Didesak Pilih Investasi Prioritas

Ilustrasi fasilitas pengolahan migas. Shutterstock/Oil and Gas Photographer
Ilustrasi fasilitas pengolahan migas. Shutterstock/Oil and Gas Photographer
Intinya sih...
  • ConocoPhillips melakukan PHK terhadap 25% karyawannya secara global untuk fokus pada disiplin modal dan investasi prioritas.
  • Harga minyak mentah anjlok 12% sepanjang tahun ini, membuat laba perusahaan migas jatuh ke level terendah sejak pandemi COVID-19.
  • Perusahaan mengalokasikan belanja modal tahun ini US$12,3–12,6 miliar dengan target penjualan aset menjadi USD 5 miliar pada 2026.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE – Raksasa minyak dan gas (migas) asal Amerika Serikat (AS), ConocoPhillips melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 25 persen karyawannya secara global. Perusahaan didesak memperketat fokus pada disiplin modal dan prioritas investasi agar bisa kembali kompetitif melawan para pesaingnya di tengah harga minyak dan pendapatan yang menurun.

Hal ini diungkap para investor dan analis setelah perusahaan tersebut pekan lalu mengumumkan PHK.

Dikutip dari Reuters, kebijakan yang ditempuh produsen minyak terbesar ketiga di AS itu mengikuti langkah perusahaan minyak raksasa lain yang telah lebih dulu melakukan PHK karyawan, seperti Chevron, BP serta perusahaan jasa migas terbesar dunia seperti SLB dan Halliburton.

Meningkatnya produksi minyak OPEC+ dan ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan perdagangan AS yang tidak menentu, telah menekan harga minyak mentah dan membuat laba perusahaan migas jatuh ke level terendah sejak pandemi COVID-19.

Harga minyak mentah sepanjang tahun ini telah anjlok 12 persen, dan diperkirakan akan kembali melemah pada 2026 seiring tingginya pasokan melebihi permintaan, menurut Badan Informasi Energi AS.

“Pemangkasan 25 persen karyawan ini menunjukkan betapa tidak efisiennya perusahaan,” kata Michael Alfaro, Chief Investment Officer di Gallo Partners dilansir dari Reuters, Selasa (9/9). Alfaro termasuk di antara investor dan analis yang mengaku terkejut dengan skala PHK ConocoPhillips, yang bisa berdampak pada sekitar 3.250 karyawan di seluruh dunia.

Selain prospek pasar minyak yang suram, ConocoPhillips juga menghadapi tantangan proyek besar yang menguntungkan jangka panjang, meski membutuhkan modal sangat besar di awal. Setelah serangkaian akuisisi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pembelian Marathon Oil senilai US$22,5 miliar tahun lalu, perusahaan kehilangan fokus dalam mengendalikan biaya, kata CEO Ryan Lance kepada karyawan pekan lalu.

Menurut Stewart Glickman, direktur riset ekuitas di CFRA, ConocoPhillips perlu memprioritaskan proyek besar seperti proyek minyak Willow di Alaska dan pengembangan bisnis gas alam cair (LNG) karena keduanya akan menjadi pendorong arus kas masa depan. Namun itu berarti, perusahaan harus memangkas biaya di area lain.

Beberapa investor menilai langkah tersebut belum cukup. “Mereka menyelesaikan masalah tenaga kerja, tapi tidak menyelesaikan masalah alokasi modal,” kata Josh Young, CIO di Bison Interests. “Menurut saya, mereka belum cukup bijak dalam mengalokasikan modal.” Namun, Young menambahkan bahwa ConocoPhillips masih memiliki aset berkualitas tinggi. ConocoPhillips menolak memberikan komentar perihal laporan ini.

Perusahaan diperkirakan mengalokasikan belanja modal (capex) tahun ini US$12,3–12,6 miliar, atau 10 persen lebih rendah dari proyeksi gabungan ConocoPhillips dan Marathon tahun lalu. Pada Agustus lalu, manajemen menyampaikan bahwa capex tahun depan juga diperkirakan lebih rendah. Sedangkan pada tahun lalu, capex ConocoPhillips mencapai USD 11,2 miliar, begitu pun pada 2022 sebesar US$10,2 miliar.

Peluang Efisiensi Biaya

Dalam laporan laba kuartal II, perusahaan mengatakan telah mengidentifikasi peluang efisiensi biaya sebesar US$1 miliar, di luar penghematan US$1 miliar setelah mengakuisisi Marathon. Perusahaan juga menaikkan target penjualan aset menjadi USD 5 miliar pada 2026, setelah sebelumnya berhasil mencapai target USD 2 miliar lebih cepat dari jadwal.

Dalam pesan video kepada karyawan pekan lalu, Lance menyebut biaya yang bisa dikendalikan perusahaan naik sekitar US$2 per barel sejak 2021, membuat ConocoPhillips sulit bersaing dan tertinggal dari para pesaingnya. Inflasi yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir dan tarif impor dari pemerintah AS turut menambah beban biaya bagi produsen minyak seperti ConocoPhillips, kata Simon Wong, manajer portofolio energi di Gabelli.

Dalam pertemuan internal pekan lalu, Lance juga menyampaikan bahwa tinjauan bisnis menemukan sekitar 600 proses atau aktivitas yang bisa disederhanakan.

“Ini bukan soal mencoba melakukan lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit. Kita harus benar-benar menghilangkan hal-hal yang tidak memberi nilai tambah di perusahaan ini,” kata Lance.

Diketahui, industri migas dunia tengah dilanda gelombang merger besar, termasuk akuisisi Pioneer oleh Exxon Mobil dan pembelian Hess oleh Chevron, sebagai upaya mengamankan area produksi dengan biaya rendah. Tren ini juga diikuti dengan pengumuman PHK di berbagai perusahaan.

Setelah mengakuisisi Marathon, ConocoPhillips kini punya posisi kuat di wilayah shale oil utama AS seperti Permian, Eagle Ford, dan Bakken. Namun, kemajuan teknologi dan efisiensi operasi berarti jumlah pekerja yang dibutuhkan semakin sedikit, kata Glickman dari CFRA.

Share
Topics
Editorial Team
Ekarina .
EditorEkarina .
Follow Us

Latest in Business

See More

Melonjak 317%, Kawasan JIIPE Cetak Pendapatan Rp311 M

09 Sep 2025, 18:18 WIBBusiness