Penerimaan Pajak Membaik, Tapi Diperkirakan Tetap Shortfall Akhir 2021
Sejumlah jenis pajak masih mengalami perlambatan.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak per akhir Agustus 2021 mencapai Rp741,3 triliun atau 60,3 persen dari target Rp1.229,6 triliun dalam APBN. Dibandingkan periode sama tahun lalu, jumlah pajak yang masuk kantong pemerintah itu meningkat 9,5 persen.
Namun demikian, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Tauhid memperkirakan realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun ini tak mencapai target.
Pasalnya, penerimaan beberapa jenis pajak masih terlihat mengalami kontraksi. PPh Badan, misalnya, masih minus 2,8 persen kendati mengalami perbaikan dari posisi 2020 yang turun hingga 27,5 persen
Padahal kontribusinya terhadap total penerimaan pajak cukup dominan yakni 14,8 persen—terbesar ketiga setelah PPN Dalam Negeri dan PPN Impor. "Akan sulit sepertinya untuk capai target. Apalagi mengingat tingkat kepatuhan wajib pajak badan masih cukup rendah, masih 50 persen. Wajib pajak pribadi itu sudah lumayan 70 persen," ujarnya kepada Fortune Indonesia, Jumat (24/9).
Di samping itu, kendati realisasinya akan lebih besar dari tahun lalu yang hanya 89,3 persen, capaian penerimaan pajak akhir tahun ini juga akan sulit kembali ke masa sebelum pandemi. Sebab, tahun ini penerimaan juga ditopang oleh harga komoditas yang lonjakannya terjadi di awal hingga pertengahan tahun.
"Akhir tahun sepertinya harga akan kembali turun atau landai sehingga perusahaan yang dapat untung besar akan mulai berkurang pendapatannya dan berpengaruh ke kinerja penerimaan pajak. Prediksi saya masih mungkin di bawah 90 persen," tuturnya.
Sebagai catatan, selain PPh Badan, penerimaan dari sumber PPh Orang Pribadi juga masih mengalami penurunan 2,1 persen dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 2,5 persen. Kemudian PPh 22 impor juga tercatat turun 9,9 persen meski nilainya lebih kecil dari tahun lalu yang minus 38,8 persen.
Tauhid menilai, penurunan pertumbuhan dari dua jenis pajak itu disebabkan oleh faktor pandemi Covid-19 yang memaksa pemerintah mengeluarkan banyak insentif, misalnya untuk impor alat medis. "Jadi perlambatan penerimaan tahun ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai insentif yang masih diberikan pemerintah untuk stimulus perekonomian," imbuhnya.
Pertambangan dan Perkebunan Jadi Incaran
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementrian Keuangan Suryo Utomo mengatakan pemerintah sedang melirik sektor pertambangan dan perkebunan yang mengalami pertumbuhan harga komoditas sebagai sektor potensial dalam penerimaan pajak.
Ini dilakukan agar penerimaan PPh Badan dapat lebih optimal pada akhir 2021. "Salah satu yang kami lakukan adalah terus melakukan pengawasan pembayaran masa kalau memang mereka bertumbuh seharusnya mereka melakukan pembayaran yang lebih kepada negara," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTA), Kamis (23/09).
Suryo menegaskan pihaknya juga akan terus melakukan pengawasan terhadap wajib pajak dalam kepatuhan pembayaran masa. Sebab, dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, ada beberapa sektor yang berada pada tren positif dan mengalami kontraksi.
"Kami juga melakukan pengujian kepatuhan material kepada seluruh wajib pajak terkait dengan data dan informasi yang kami dapatkan untuk menguji kewajiban perpajakan di tahun-tahun sebelum 2021,” ucapnya.
Sementara dalam hal perluasan basis pajak, ke depannya pemerintah akan memaksimalkan penerima pajak di daerah. Namun ini baru akan dilakukan setelah situasi pandemi Covid-19 relatif terkendali. "Kami bisa melakukan penetrasi ke wilayah untuk melihat situasi kondisi ekonomi di masing-masing wilayah yang ada," tandas Suryo.