FINANCE

Diliputi Ketidakpastian, OJK Minta Bank Pertebal Pencadangan 

CKPN perbankan mencapai Rp353,7 triliun di Febuari 2022.

Diliputi Ketidakpastian, OJK Minta Bank Pertebal Pencadangan Ilustrasi Perbankan/ Achmad Bedoel
13 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan untuk mempertebal pembentukan cadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) di tengah ketidakpastian ekonomi dalam negeri hingga global. 

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso pada saat menyampaikan hasil rapat KSSK, secara virtual Rabu (13/04). 

Wimboh mengungkapkan, selain pandemi Covid-19 yang belum usai, terdapat risiko global yang baru-baru ini meningkat, seperti perang Rusia-Ukraina hingga inflasi yang tinggi. 

"Sekali lagi kita minta perbankan untuk percepatan pembentukan cadangannya, sehingga kita mempunyai buffer yang cukup dalam situasi yang tidak kita harapkan,"jelas Wimboh ketika menjawab pertanyaan wartawan. 

OJK optimis perbankan memiki bantalan modal yang cukup untuk membuat cadangan. 

Mulai melandai, restrukturisasi kredit turun 22,49%

Selain itu, OJK mencatat angka restrukturisasi kredit sudah mengalami tren penurunan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menjadi cerminan pemulihan ekonomi. 

“Angkanya kalau dibanding tahun lalu jumlah yang di restru sudah turun 22,49 persen. Dari Desember 2021, restru sudah turun 3,8 persen dan jika dibanding month-to-month sudah -2,51 persen,” jelas Wimboh. 

OJK juga terus mendorong dunia usaha untuk bangkit dengan memberikan insentif-insentif kebijakan. 

NPL bank terjaga di level 3,08%

Sementara itu, risiko kredit per Februari 2022 terjaga dengan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) gross terpantau sebesar 3,08 persen, sementara rasio NPF Perusahaan Pembiayaan stabil pada level 3,25 persen. 

"OJK terus mengamati perkembangan kondisi perekonomian terhadap stabilitas sektor jasa keuangan terutama akibat perang Rusia-Ukraina," kata Wimboh. 

Related Topics