Incar Pasar Asia Tenggara, Penerbit Kartu JCB Gandeng Fintech
JCB investasi US$5 juta ke Soft Space.
Jakarta, FORTUNE - Perusahaan pembayaran dan penerbit kartu asal Jepang JCB Co., Ltd. (JCB) terus memperluas jaringan kemitraannya di Asia Tenggara. Hal tersebut diwujudkan dengan menggandeng fintech dan melakukan pendanaan.
JCB menilai, kawawasan Asia Tenggara sangat potensial dengan populasi dan ekonomi yang terus bertumbuh.
"Kami percaya JCB sebagai perusahaan Jepang, dapat memberikan kontribusi nilai yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara," kata Presiden Direktur JCB Indonesia Takumi Takahashi melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin (11/4).
Takumi Takahashi juga menilai, Indonesia menjadi salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi sangat strategis dengan pertumbuhan transaksi non tunai yang sangat cepat.
JCB investasi US$5 juta ke Soft Space
Sebagai wujud komitmennya memperluas kemitraan di Asia Tenggara, pada 13 Januari 2022, JCB telah berinvestasi pada Soft Space senilai US$5 juta.
Soft Space ialah perusahaan financial technology Malaysia yang menyediakan perangkat Tap on Mobile sebagai salah satu lini bisnis barunya di ASEAN.
Investasi tersebut memberikan kesempatan kepada JCB mendapat lisensi untuk mengeluarkan kartu dan mengakuisisi merchant di Malaysia.
Gabungkan fitur kartu kredit dan tap on mobile
Tak hanya itu, fintech yang memiliki fitur perangkat tap on mobile ini pun dalam waktu dekat akan segera tersambung dengan kartu kredit bisnis JCB.
Sebagai rencana jangka menengah hingga jangka panjang, JCB percaya bahwa fintech tersebut dapat memberikan nilai dan solusi pembayaran baru kepada pelanggan JCB.
"Seperti bank dan pemegang kartu, kami menggabungkan teknologi SoftSpace dengan bisnis JCB di masa depan," katanya.
Incar startup Indonesia hingga Thailand
Menyusul kemitraan dengan Soft Space Malaysia, JCB berharap dapat segera beraliansi dengan mitra dan perusahan lain di Indonesia, bahkan Vietnam, Filipina, dan Thailand dalam waktu dekat.
JCB menilai, di negara-negara tersebut uang tunai masih menjadi sumber pembayaran utama. Di mana dalam hal transaksi perbankan, penduduk yang memiliki akun bank dan kartu kredit dinilai masih rendah dibandingkan dengan total jumlah penduduk negara.