Ini Strategi BTN Jaga NPL bila Restrukturisasi Dihentikan
NPL BTN berada pada level 3,54 persen.
Jakarta,FORTUNE - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengaku telah menyiapkan ancang-ancang strategi, bilamana restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 tidak diperpanjang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2023.
Direktur Manajemen Risiko dan Transformasi BTN Setiyo Wibowo mengatakan, pihaknya terus menyiapkan pencadangan yang kuat untuk antisipasi kebijakan tersebut. Tak hanya itu, menurutnya pencadangan juga sebagai upaya menghadapi gejolak ekonomi dalam negeri.
"Saat ini jumlah restrukturisasi kita sudah dicadangkan secara cukup supaya mengantisipasi apabila nanti POJK restrukturisasi ini tidak diperpanjang," ucapnya," ujar Setiyo saat konferensi pers, Public Expose secara virtual di Jakarta, Kamis (15/9).
Nilai restrukturisasi kredit BTN capai Rp36,1 triliun
BTN mencatat nilai restrukturisasi kredit Covid-19 kian menurun. Saat ini nilai restrukturisasi tinggal Rp36,1 triliun atau lebih rendah bila dibandingkan saat kuartal I-2020 sebesar Rp 59 triliun.
"Alhamdulillah dengan upaya-upaya kita, edukasi maupun perbaikan restrukturisasi, saat ini jumlah restrukturisasi Covid-19 terus menurun," ungkap Setiyo.
Dia mengatakan, BTN sempat dimintai usulan terkait perpanjangan restrukturisasi. Pihaknya mengusulkan agar perpanjangan program restrukturisasi secara segmentasi.
"Kita juga selalu berkomunikasi dengan OJK bahwa mungkin akan kita usulkan adanya perpanjangan secara selektif. Khususnya untuk debitur-debitur di segmen tertentu atau di daerah tertentu yang masih sangat terdampak," jelasnya.
NPL BTN berada pada level 3,54 persen
Di sisi lain, sepanjang periode Januari-Juni 2022, BTN berhasil menyalurkan kredit senilai Rp286 triliun meningkat 7,61 persen dari posisi yang sama tahun lalu senilai Rp265 triliun.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo menjelaskan, penyaluran kredit perumahan masih mendominasi total kredit perseroan pada semester I/2022.
Adapun kredit perumahan yang disalurkan Bank BTN hingga akhir Juni 2022 mencapai Rp251,914 triliun. Dari jumlah tersebut KPR Subsidi pada semester I/2022 masih mendominasi dengan nilai sebesar Rp137,255 triliun tumbuh 8,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp126,297 triliun. Sedangkan KPR Non Subsidi tumbuh 5,84 persen menjadi Rp85,305 triliun pada semester I/2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp80,598 triliun.
“Kami memacu kredit dengan sangat memperhatikan prinsip kehati hatian. Maka itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan) kami terus membaik. NPL Gross pada semester I tahun 2022 ini berada pada level 3,54 persen, lebih rendah dari sebelumnya di level 4,10 persen. Sedangkan NPL Nett sebesar 1,04 persen, turun dari posisi 1,87 persen,” pungkas Haru.