TKBI Versi Kedua: Sustainable Finance Lebih Inklusif dan Terarah

- OJK meluncurkan TKBI Versi 2 pada 11 Februari 2025 untuk mendukung komitmen Indonesia mencapai emisi nol bersih dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
- TKBI versi 2 memperluas cakupan sektor industri utama yang berkontribusi signifikan terhadap keberlanjutan dan transisi ekonomi hijau, serta dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan penilaian atas aktivitas ekonomi.
- TKBI versi 2 juga mengatur konsep Do No Significant Harm (DNSH) dan Social Aspect (SA) yang implementasinya diperluas untuk meminimalisir greenwashing dan mendukung pembiayaan berkelanjutan.
Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) Versi 2 pada 11 Februari 2025 lalu. Langkah ini bertujuan untuk mendukung komitmen Indonesia dalam mencapai emisi nol bersih (net zero emission) dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
TKBI Versi 2 adalah hasil kerja sama antara berbagai kementerian dan lembaga, serta pihak-pihak terkait lainnya. Sebagai living document, taksonomi ini diharapkan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan yang ada dan terus mendorong alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian komitmen NZE Indonesia.
TKBI dapat meminimalisir greenwashing

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyatakan, TKBI merupakan pengembangan dari versi 1 dimana memuat terkait sektor energi dari lima fokus sektor NDC Indonesia.
“Versi kedua mencakup sektor konstruksi dan real estate, transportasi dan pergudangan, serta sebagian sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya,” ungkap Mahendra beberapa waktu lalu.
OJK menjelaskan bahwa TKBI versi 2 menjadi salah satu program prioritas OJK untuk terus konsisten mendukung pencapaian komitmen net zero emission Indonesia dengan meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam inisiatif keuangan berkelanjutan.
Di kesempatan terpisah, Penasihat Keuangan Berkelanjutan dari PwC Indonesia, Yuliana Sudjonno menyambut baik terbitnya TKBI versi 2. “Ini menunjukkan aksi nyata dan keseriusan OJK untuk terus mengembangkan arahan yang dapat meminimalisir multitafsir dan juga pratik greenwashing dalam implementasi aktivitas ekonomi berkelanjutan,” kata Yuliana.
TKBI dukung pembiayaan berkelanjutan

Lebih lanjut Yuliana menjelaskan, keberlanjutan membutuhkan upaya serius dari semua pihak, tidak terbatas pada sektor tertentu atau perusahaan besar saja. Menurutnya, melalui TKBI versi 2 ini, semakin banyak sektor yang dapat melakukan penilaian sendiri (self assessment) terkait dengan kesesuaian aktivitas ekonomi mereka dengan klasifikasi berdasarkan taksonomi yang ada. Serta, mendukung pelaku usaha dalam menerima pembiayaan berkelanjutan.
“TKBI versi 2 ini, saya lihat telah dirancang dengan inklusif sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan penilaian atas aktivitas ekonomi tidak hanya untuk korporasi dan umkm, namun juga untuk keperluan konsumtif,” jelas Yuliana lebih lanjut.
Sebagai informasi, TKBI Versi 2 memperluas cakupan sektor industri utama yang berkontribusi signifikan terhadap keberlanjutan dan transisi ekonomi hijau. Sektor Energi mencakup pengembangan energi terbarukan, percepatan penghentian PLTU, serta teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
Untuk sektor Konstruksi & Real Estate (C&RE) mengatur bangunan hijau serta pemukiman berkelanjutan, termasuk bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sektor Transportasi & Penyimpanan (T&S) berfokus pada kendaraan listrik, Sustainable Aviation Fuel (SAF), serta transportasi publik rendah emisi. Sementara itu, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU) mencakup pengelolaan hutan lestari, perkebunan berkelanjutan, serta konservasi lahan karbon tinggi. Yuliana juga menjelaskan konsep Do No Significant Harm (DNSH) dan Social Aspect (SA) yang implementasinya diperluas melalui TKBI versi 2 ini.