NEWS

Jokowi Singgung Soal Kenaikan Harga Barang Akibat Perang, Ini Katanya

Efek berantai perang sebabkan kenaikan harga energi

Jokowi Singgung Soal Kenaikan Harga Barang Akibat Perang, Ini KatanyaPedagang di Pasar Mandonga, Kendari, Sulawesi Tenggara, sedang menunjukkan cabai yang harganya sedang naik, Senin (28/2). (ANTARAFOTO/Jojon)
02 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dunia sedang diliputi ketidakpastian, baik akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai hingga perang Rusia dengan Ukraina. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, situasi ini perlu disikapi secara berhati-hari, karena ketidakpastian bisa memicu kenaikan harga barang.

Jokowi mengatakan, masalah-masalah seperti kelangkaan kontainer, kelangkaan pangan, kenaikan inflasi, kelangkaan energi, kenaikan harga produsen, telah membuat harga-harga naik. 

Dia juga menyinggung mengenai masalah kelangkaan energi yang terjadi sebelum meletusnya konflik Rusia-Ukraina dan membuat harganya naik. Namun, kini situasinya semakin parah dan membuat harga minyak kian melambung.

 "Harga minyak sekarang sudah di atas US$100 yang sebelumnya hanya US$50-US$60. Semua negara yang namanya harga BBM naik semua, LPG naik semuanya. Hati-hati dengan ini," kata Jokowi dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Jakarta. 

Efek beratai tersebut menurutnya harus diwaspadai karena menimbulkan tantangan ekonomi yang tak mudah. 

“Sekarang kerja makro saja, enggak mungkin bisa menyelesaikan masalah. Semuanya kerja makro, kerja mikro. Makronya tahu, mikronya juga harus dikerjakan di lapangan,” ujar mantan Wali Kota Solo ini. 

Transformasi ekonomi

Untuk menghadapi ketidakpastian global, Jokowi mendorong  transformasi ekonomi yang semula bertumpu pada konsumsi, beralih pada produksi. “Artinya lagi apa? Kita harus melakukan hilirisasi industri, kita harus melakukan yang namanya industrialisasi,” katanya.

Menurutnya, Indonesia harus berhenti untuk menjadi pengekspor bahan mentah. Hal ini sudah dilakukan sejak zaman dahulu dan berujung pada masyarakat yang tidak mendapatkan apapun, selain harga jual yang rendah tanpa adanya nilai tambah.

Oleh karenanya, sejak 2020, Presiden sudah memerintahkan untuk menyetop ekspor nikel dalam bentuk mentah. Ekspor itu menurutnya bisa dmulai secara bertahap mulai dari ekspor barang setengah jadi hingga sepenuhnya barang jadi sehingga memiliki nilai tambah.

"Nilai tambah itu apa? Terbuka lapangan pekerjaan yang besar di Indonesia, pajaknya bayar di Indonesia, pihak luar bayar di Indonesia, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) bayar di Indonesia. PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) ada di Indonesia,” ucapnya. 

Ekonomi hijau

Jokowi kembali mengingatkan produk hijau akan menjadi kekuatan Indonesia. Untuk menghadapi harga-harga yang naik, ekonomi hijau memiliki produk yang dihasilkan dengan proses ramah lingkungan. 

“Kita sekarang ini sedang menyiapkan pembangunan Green Industrial Park di Kalimantan Utara. Di situlah nanti pintu gerbang kita untuk membuka yang namanya ekonomi hijau Indonesia, yang energinya didapat dari pembangkit listrik tenaga air di Sungai Kayan, yang menghasilkan kira-kira 11.000-12000 Megawatt. Ada wilayah industri, disuplai dari energi hijau sehingga produk yang keluar produk-produk hijau,” ujar Jokowi. 

Dengan kekayaan Indonesia yang melimpah, sumber energi hijau yang terbarukan, seperti angin, air, geothermal, arus bawah laut, panas permukaan laut, hingga tenaga surya bisa dikembangkan.

“Ini kekuatan negara kita yang negara lain tak punya. Oleh sebab itu, fondasinya harus dimulai sesegera mungkin,” ucapnya.

Related Topics