NEWS

Nestapa Pekerja Seks di Tengah Isu Larangan Konten Pornografi

Para pekerja seks cemas dengan larangan pornografi OnlyFans.

Nestapa Pekerja Seks di Tengah Isu Larangan Konten PornografiShutterstock/Mehaniq

by Hendra Friana

11 October 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Ketika pandemi virus corona melanda, Juliet, bukan nama sebenarnya, memindahkan perdagangannya secara online layaknya para wirausahawan di seluruh dunia. Secara khusus, dia pindah ke OnlyFans, media sosial multi-miliar dolar yang mengombinasikan budaya influencer dan porno amatir. Di situ, para penggemar membayar tontonan eksplisit yang dimuat eksklusif bagi platform.

Juliet bilang langkah itu memberinya lebih banyak memberinya dan kendali. Seiring waktu, ia menggaet 100 pengikut yang bersedia membayar tarif keanggotaan US$9,99 per bulan. Bukan jumlah yang besar, memang, tetapi cukup untuk melunasi pelbagai tagihan, menabung, dan—yang tak kalah penting—menyisihkannya waktu untuk berlibur beberapa hari setiap pekan dari urusan seks komersial.

"Sebulan bisa dapat seribu dolar di luar uang tip dan permintaan khusus, serta pesan tayangan berbayar (pay-per-view)," kata Juliet, yang berasal dari North Yorkshire di Inggris.

Namun, sialnya, pada September mata pencahariannya terancam. OnlyFans yang bermarkas di London, sebuah komunitas berisi lebih dari 100 juta pengguna terdaftar, menyatakan akan melarang semua konten seksual eksplisit di platformnya. Dalih aksi tersebut adalah munculnya tekanan dari bank-bank yang memproses pembayaran pada platform itu. 

Setelah protes keras dari orang-orang yang melakukan perdagangan di situs itu—orang-orang seperti Juliet—perusahaan berusia lima tahun itu memang berbalik arah. Namun, kerusakan sudah terjadi.

Fortune.com mewawancarai beberapa pekerja seks di OnlyFans. Empat di antaranya berbagi cerita dengan satu syarat: nama mereka disamarkan. Semua wawancara dilakukan melalui OnlyFans. Berikut kisahnya:

Tempat yang Aman

"Saya sedang menimbang-nimbang lagi untuk bertemu langsung (dengan pelanggan)," kata Juliet pelan melalui telepon.

"Pertemuan langsung" adalah metafora terselubung untuk layanan penuh dalam jagat pelacuran. Prospek ke sana mengganggu ketenangannya. Seperti kebanyakan pekerja seks yang bertahan hidup, Juliet tumbuh dalam lingkaran setan kemiskinan tak terhindarkan.

Dia mengaku diperkenalkan pada pekerjaan seks oleh seorang teman ketika tengah berjuang dengan kecanduan heroin, yang kini sedang berupaya dia pulihkan. Pekerjaan seks online memberinya stabilitas dan kebebasan untuk mulai menghadiri pertemuan rehabilitasi Narcotics Anonymous.

“Saya bekerja di jalanan ketika pandemi melanda, dan itu jelas menambah bahaya. Saya berisiko diciduk, juga (terkena) Covid-19…” begitu jawabnya, berujung keraguan.

Masalah menjadi lebih pelik karena Juliet memiliki sindrom ovarium polikistik, yang membuatnya berisiko tinggi mengalami perburukan jika tertular Covid-19.

“Ketika saya melihat OnlyFans melarang pornografi, saya panik. Saya harus menemukan cara lain untuk bisa membayar sewa tempat tinggal selama dua bulan. Ya, itu bikin cemas ... berdoa agar pelanggan Anda mengikuti—dan banyak yang tidak,” ujar Juliet, sembari mengatakan bahwa banyak pengikutnya dinonaktifkan setelah berita itu tersiar. “Para pembuat konten besar di OnlyFans merasakan ketidaknyamanan. Saya tahu pendapatan mereka terkena dampaknya. Tapi, mereka pasti bisa (menemukan jalan keluar).”

Bagi Juliet, dan banyak orang lainnya, melakukan pekerjaan seks online membantu mereka bertahan hidup di masa yang tidak pasti. Bahkan sebelum Covid, mereka menginvestasikan siang dan malam yang panjang untuk membangun komunitas, yang tampaknya masih genting bagi mereka meskipun ada jaminan dari perusahaan.

OnlyFans menolak berkomentar untuk artikel ini dan mengarahkan Fortune ke pernyataan resminya: "Perubahan 1 Oktober 2021 yang diusulkan tidak lagi diperlukan karena jaminan mitra perbankan bahwa OnlyFans dapat mendukung semua genre pembuat konten." Bagaimanapun, Juliet dan pekerja seks lainnya masih getir—dan ketakutan—tentang ketidakpastian ini.

“Pekerja seks lain (yang) mengatakan Anda bodoh dan Anda mendapatkan apa yang Anda layak dapatkan jika Anda kembali ke OnlyFans, tetapi begitu banyak dari kita tidak punya pilihan,” imbuh Juliet. “Bertahun-tahun kami berupaya untuk (membangun reputasi) di situs ini. Saya tidak dapat mengambil risiko pergi ke tempat lain, dan itu tidak membuahkan hasil.”

Perputaran Uang

Hingga saat ini, tidak jelas berapa banyak pekerja seks yang dihasilkan setiap tahun dari industri porno online yang sedang meledak. Terlebih, perusahaan swasta yang mendominasi pasar ini ini tak pernah mengungkapkan pendapatannya.

Namun, dalam kasus OnlyFans, gambarnya sedikit lebih jelas. Menurut materi presentasi yang diperoleh Axios pada April, proyeksi pendapatan OnlyFans US$1,2 miliar tahun ini. Diperkirakan, capaian akan meningkat lebih dari dua kali lipat tahun depan, yakni sekitar US$2,5 miliar.  Sementara itu, situs ini mengambil potongan 20 persen dari semua pendapatan yang dihasilkan oleh mereka yang berpenghasilan besar—dalam hal ini disebut creator community.

Sungguh kentara bahwa para pekerja seks memutar roda bisnisnya—bisnis yang menggembung. Sejak awal pandemi, OnlyFans telah berkembang dari 10 juta pengguna terdaftar pada Juli 2019 menjadi lebih dari 150 juta hari ini.

Perusahaan melaporkan tengah dalam proses untuk membayar 1,5 juta "pembuat konten" lebih dari US$5 miliar tahun ini. Tapi untuk rata-rata pekerja seks OnlyFans, sangat sulit untuk mendapatkan beberapa ribu dolar setiap bulan.

Sejak didirikan pada 2016, OnlyFans menawarkan tempat aman yang cukup andal bagi pekerja seks. Ketika OnlyFans membuat pengumuman mengejutkan bahwa mereka akan melarang pornografi dari situs tersebut pada 1 Oktober, para pekerja seks merasa dikhianati, bingung dan kehilangan.