Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

Sanae Takaichi Resmi Jadi PM Jepang Perempuan Pertama

Sanae Takaichi Resmi Jadi PM Jepang Perempuan Pertama
Sanae Takaichi mengisi acara di Prefektur Fukuoka (x.com/@takaichi_sanae)
Intinya sih...
  • Sanae Takaichi menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang setelah memenangkan pemungutan suara di parlemen.
  • Takaichi dikenal sebagai figur tegas dan disiplin, dengan pandangan konservatif namun juga menunjukkan perhatian pada isu-isu perempuan.
  • Kemenangan Takaichi terjadi di tengah ketidakpastian politik, ia berkomitmen untuk memulihkan stabilitas ekonomi Jepang dan membentuk kabinet yang mencerminkan keseimbangan antara stabilitas politik dan simbol perubahan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Di tengah dinamika politik Jepang yang penuh gejolak, Sanae Takaichi menciptakan sejarah baru. Politisi berhaluan konservatif berusia 64 tahun itu resmi terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang setelah memenangkan pemungutan suara di parlemen pada Selasa (21/10).

Kemenangan Takaichi datang di tengah situasi politik yang tidak stabil, di mana dukungan publik terhadap Partai Demokrat Liberal (LDP) sempat merosot akibat skandal dana politik dan konflik internal. Terpilihnya Takaichi menjadi momentum baru bagi partai berkuasa untuk mengembalikan kepercayaan publik sekaligus memperkuat arah kebijakan nasional.

Langkah Takaichi juga menandai babak baru dalam sejarah pemerintahan Jepang yang selama lebih dari tujuh dekade didominasi oleh laki-laki. Simak profil Sanae Takaichi, latar belakang politik, kabinet baru, serta tantangan ekonomi dan diplomasi yang dihadapinya dalam memimpin Negeri Sakura.

Siapa Sanae Takaichi?

Sanae Takaichi lahir di Prefektur Nara pada 7 Maret 1961. Ia menempuh pendidikan di Kobe University dan memulai karier politiknya pada awal 1990-an. Dikenal tegas dan disiplin, Takaichi sering dijuluki “Iron Lady Jepang”, karena kekagumannya pada mantan Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher.

Takaichi merupakan sekutu dekat mendiang Shinzo Abe dan telah lama menjadi bagian dari lingkaran inti Partai Demokrat Liberal (LDP). Selama lebih dari tiga dekade berkarier, ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi, Menteri Urusan Gender, serta Menteri Keamanan Ekonomi.

Meski dikenal dengan pandangan konservatif terhadap isu sosial seperti pernikahan sesama jenis, Takaichi tetap menunjukkan perhatian terhadap kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan. Dalam kampanye terbarunya, ia menegaskan komitmennya memperluas akses kesehatan perempuan dan meningkatkan perlindungan bagi pekerja rumah tangga informal.

“Saya ingin dikenal bukan sebagai perempuan pertama yang menjadi perdana menteri, tetapi sebagai pemimpin yang bekerja keras untuk masa depan Jepang,” ujar Takaichi dalam salah satu wawancara baru-baru ini.

Kemenangan bersejarah di tengah krisis politik

Pemilihan Takaichi sebagai perdana menteri berlangsung di tengah ketidakpastian politik. Ia memperoleh 237 suara di Majelis Rendah dan 125 suara di Majelis Tinggi, mengalahkan pemimpin oposisi Yoshihiko Noda dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang.

Kemenangannya semakin menarik perhatian karena sebelumnya LDP sempat kehilangan dukungan dari partai koalisinya, Komeito. Namun, di menit-menit terakhir, Japan Innovation Party (JIP) atau Nippon Ishin no Kai menyatakan dukungan, yang membuat Takaichi berhasil mengamankan mayoritas suara di parlemen.

Dalam pidato pelantikannya, Takaichi berjanji menata kembali kepercayaan publik terhadap partai penguasa serta memulihkan stabilitas ekonomi yang tengah tertekan oleh kenaikan harga dan melemahnya daya beli masyarakat.

Langkah awal Sanae Takaichi setelah menjabat

Usai dilantik, Takaichi segera membentuk kabinet baru yang mencerminkan keseimbangan antara stabilitas politik dan simbol perubahan. Ia menunjuk Satsuki Katayama sebagai Menteri Keuangan, menjadikannya perempuan pertama yang menduduki posisi tersebut dalam sejarah Jepang.

Selain itu, Kimi Onoda ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Ekonomi dan Imigrasi, sementara Minoru Kihara, mantan Menteri Pertahanan, kini menjabat Sekretaris Kabinet. Untuk menjaga kesinambungan diplomasi, Takaichi mengembalikan Toshimitsu Motegi ke posisi Menteri Luar Negeri, serta mempercayakan Shinjiro Koizumi sebagai Menteri Pertahanan.

Agenda diplomasi dan tantangan ekonomi

Dalam pekan pertamanya menjabat, Takaichi dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump guna membahas implementasi perjanjian perdagangan dan pembagian beban biaya pertahanan kedua negara.

Kebijakan luar negerinya diperkirakan tetap berorientasi pada penguatan aliansi dengan Amerika Serikat dan pendekatan tegas terhadap China di kawasan Indo-Pasifik. Sementara hubungan dengan Korea Selatan akan tetap dijalankan secara hati-hati mengingat isu sejarah yang sensitif.

Di sisi ekonomi, Takaichi menghadapi tantangan besar, mulai dari kenaikan harga pangan dan energi, hingga krisis pasokan beras yang mendorong inflasi. Ia juga perlu memulihkan kepercayaan publik terhadap LDP setelah serangkaian skandal politik yang mengguncang partai tersebut.

Selain fokus pada stabilitas fiskal, Takaichi menempatkan reformasi sosial dan dukungan terhadap keluarga muda sebagai prioritas. Pemerintahannya menargetkan perluasan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, serta digitalisasi layanan publik sebagai bagian dari visinya untuk membangun “Masyarakat Jepang yang Tangguh dan Sejahtera.”

FAQ tentang Sanae Takaichi

  1. Siapa Sanae Takaichi?
    Sanae Takaichi adalah politisi konservatif dari Partai Demokrat Liberal (LDP) yang terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang pada 2025.

  2. Berapa usia Takaichi saat dilantik?
    Ia berusia 64 tahun ketika resmi menjabat sebagai perdana menteri.

  3. Apa latar belakang karier politik Sanae Takaichi?
    Takaichi pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, Menteri Urusan Gender, dan Menteri Keamanan Ekonomi. Ia dikenal sebagai sekutu dekat mendiang Shinzo Abe.

  4. Apa tantangan utama yang dihadapinya?
    Takaichi menghadapi kenaikan biaya hidup, krisis kepercayaan publik terhadap LDP, serta tantangan diplomatik dengan Amerika Serikat dan China.

  5. Mengapa kemenanga Sanae Takaichi dianggap bersejarah?
    Ia menjadi perempuan pertama yang memimpin Jepang, menandai langkah besar menuju kesetaraan gender di panggung politik Asia Timur.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yunisda DS
EditorYunisda DS
Follow Us

Latest in News

See More

Purbaya Ungkap Modus Pegawai Pajak Culas: Memeras dari Cari Kesalahan

24 Okt 2025, 17:05 WIBNews