Wamentan Jelaskan Maksud Prabowo Hapus Kuota, Tak Berarti Banjir Impor

- Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menjelaskan maksud Prabowo ingin menghapus kuota impor untuk menciptakan sistem pangan yang lebih adil dan mendukung swasembada pangan nasional.
- Penghapusan kuota impor bertujuan untuk menghilangkan praktik monopoli, sehingga industri dapat mengimpor langsung sesuai kebutuhan tanpa perantara yang memonopoli kuota.
- Kementerian Pertanian memastikan bahwa setiap langkah kebijakan akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat dan keberlangsungan industri dalam negeri, dengan harapan harga komoditas pangan menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Jakarta, FORTUNE - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono, menegaskan bahwa rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem kuota impor komoditas bukanlah langkah untuk membanjiri pasar dengan produk impor. Sebaliknya, kebijakan ini dirancang untuk menciptakan sistem pangan yang lebih adil, efisien, dan mendukung swasembada pangan nasional tanpa mengorbankan industri dalam negeri.
Dalam keterangannya pada Jumat (11/4), Sudaryono menjelaskan bahwa penghapusan kuota impor tidak berarti membuka impor secara bebas. “Bukan berarti kemudian impor besar-besaran, semua diimpor, bukan! Tetap harus melindungi produksi dalam negeri untuk komoditi pangan, teknologi, pakaian, apapun. Produksi dalam negeri akan diprioritaskan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini hanya akan diterapkan pada sektor tertentu yang benar-benar membutuhkan impor, seperti daging beku untuk kebutuhan industri.
Sudaryono mengungkapkan bahwa sistem kuota impor selama ini sering kali menguntungkan segelintir pihak yang mendapatkan hak khusus untuk mengatur volume impor. Menurutnya, Presiden Prabowo menganggap hal ini tidak adil.
“Misalnya butuh impor daging beku untuk industri, ya sudah, industri saja yang impor. Nggak usah ada pihak tertentu yang dikasih kuota, kemudian dia yang ngatur jumlahnya. Menurut Pak Presiden, itu tidak adil,” ujarnya.
Untuk hilangkan praktik monopoli
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penghapusan kuota impor bertujuan untuk menghilangkan praktik monopoli.
“Yang dimaksud tidak ada kuota itu, volume impor yang sudah ditetapkan pemerintah berdasarkan neraca komoditas boleh diimpor oleh siapa saja, tidak lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu. Supaya lebih adil,” katanya.
Dengan demikian, industri dapat mengimpor langsung sesuai kebutuhan tanpa melalui perantara yang memonopoli kuota.
Sudaryono juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan mematikan industri pertanian dalam negeri. Sebaliknya, pemerintah tetap berkomitmen melindungi petani dan pelaku usaha lokal.
“Kita kan melindungi yang di dalam negeri, itu pasti harus tetap dilindungi. Bukan berarti dibuka seluas-seluasnya kemudian industri dalam negeri mati, enggak. Kita tetap harus swasembada,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sektor pertanian terus didorong untuk memperkuat daya saing demi mewujudkan swasembada pangan dan energi.
Selain mendukung keadilan dan perlindungan industri lokal, kebijakan ini juga diharapkan membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Dengan sistem impor yang lebih transparan, harga komoditas pangan seperti daging—sumber protein penting—berpotensi menjadi lebih terjangkau.
“Kalau harga beli impornya murah, maka harga jualnya akan lebih murah. Yang menikmati siapa? Rakyat Indonesia,” ungkap Sudaryono.
Kementerian Pertanian memastikan bahwa setiap langkah kebijakan akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat dan keberlangsungan industri dalam negeri. Melalui kolaborasi lintas sektor, pemerintah optimistis dapat membangun sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia.
Rencana penghapusan kuota impor ini muncul saat pidato Presiden Prabowo Subianto saat Sarasehan Ekonomi, pada Selasa (8/4). Maksudnya untuk mereformasi sistem perdagangan komoditas pangan demi mendukung swasembada pangan nasional.
Prabowo juga menyatakan penghapusan kuota impor adalah bagian dari strategi deregulasi dan penyederhanaan prosedur agar pelaku usaha tidak lagi tersandera oleh mekanisme yang dinilai diskriminatif dan penuh celah. Komoditas pangan seperti daging, ikan, dan hortikultura menjadi sorotan.
Selama ini, sistem kuota impor kerap dikritik karena memunculkan praktik monopoli yang menguntungkan segelintir pihak, sementara petani dan industri lokal menghadapi tantangan daya saing. Kebijakan ini menjadi sorotan karena dianggap dapat memengaruhi harga pangan, kesejahteraan petani, dan stabilitas industri dalam negeri.