- dari pabrik dunia menuju integrasi penuh rantai nilai;
- dari kompetisi multirantai (terfragmentasi) menuju kepemimpinan rantai tunggal (terintegrasi);
- dari rivalitas komoditas menuju simbiosis kolaboratif.
Roland Berger: Pergeseran Rantai Pasok Global Untungkan Asia

Kuala Lumpur, FORTUNE – Laporan terbaru Roland Berger Asia Supply Chain Reconfiguration menyoroti bagaimana negara-negara di Asia semakin berperan dalam pergeseran rantai pasok global. bagaimana ekosistem Asia yang terus berkembang akan menentukan cara perusahaan mengelola siklus ekonomi ke depan.
Rantai pasok global, yang sejak lama dibentuk oleh evolusi dan relokasi industri, kini tengah mengalami transformasi besar. Persaingan dagang, ketegangan geopolitik, dan transisi hijau mempercepat pergeseran dari hiperglobalisasi menuju jaringan yang lebih regional, tangguh, dan berkelanjutan.
Didorong oleh perubahan makroekonomi global, terobosan rantai nilai Asia akan bergantung pada tiga transformasi:
Runtuhnya tatanan ekonomi dunia sebelumnya dan bangkitnya perjanjian bilateral yang kontingen dan fleksibel mendorong regionalisasi perdagangan. Hasilnya adalah ekonomi Asia yang semakin terregionalisasi. “Hal ini sangat relevan bagi Asia dan negara-negara ASEAN, yang dapat mengandalkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan domestik yang solid di pasar Asia, sementara teknologi dan inovasi akan membantu meningkatkan nilai tambah,” ujar John Low, Managing Partner South East Asia di Roland Berger (25/9).
Asia Tenggara Jadi Sorotan
Asia Tenggara menjadi penerima manfaat utama dari strategi China+1, membentuk jaringan produksi lintas negara yang terintegrasi dan mampu menyerap limpahan permintaan dari Tiongkok. Pada saat yang sama, Tiongkok menunjukkan ketahanan strategis yang kuat dengan tujuan jangka panjang dan pendekatan pragmatis, termasuk memperluas kehadiran di Asia dan negara-negara Global South.
Asia Tenggara tengah bertransformasi menjadi platform rantai pasok multihub senilai USD 3 triliun untuk produksi dan perdagangan, didorong oleh strategi China+1 dan kawasan perdagangan bebas Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dengan:
- keunggulan biaya manufaktur rendah;
- negara-negara kaya sumber daya;
- pusat logistik baru yang muncul di luar Singapura;
- ketahanan tarif.
Namun, untuk membuka potensi ini, kawasan harus menghadapi ketidakmerataan infrastruktur, kekurangan talenta, aturan keberlanjutan yang makin ketat, serta ketidakpastian geopolitik.
Kesenjangan infrastruktur di pelabuhan, logistik, dan jaringan listrik masih membatasi efisiensi, sementara regulasi yang terfragmentasi memperlambat integrasi di pasar ASEAN. Kekurangan talenta muncul sebagai hambatan kritis dalam memperluas otomatisasi dan menangkap peluang teknologi menengah. Pada saat yang sama, ketidakpastian kebijakan tetap ada seiring kawasan berusaha menyeimbangkan diri di antara blok rantai pasok yang dipimpin AS dan Tiongkok.
Untuk menjaga momentum, sejumlah langkah strategis jelas diperlukan. Membangun ketahanan infrastruktur — mulai dari koridor logistik hingga jaringan listrik — akan sangat penting guna mendukung daya saing regional. Investasi dalam peningkatan keterampilan dan adopsi digital esensial untuk beralih ke manufaktur bernilai tambah tinggi. “Perusahaan tidak bisa lagi bergantung pada satu model global. Keunggulan sejati terletak pada kemampuan beradaptasi dengan lanskap multipolar baru,” kata David Zhu, Partner Roland Berger, Vice President Operations Greater China.
Tak kalah penting adalah standardisasi regional di bawah ASEAN, yang dapat membuka efisiensi skala dan mengurangi friksi perdagangan. Akhirnya, perusahaan harus mampu memposisikan diri dalam dua blok rantai pasok (AS dan Tiongkok) sekaligus memanfaatkan RCEP untuk mengamankan pertumbuhan.
“Rantai nilai yang terregionalisasi memang lebih sulit dikelola, tetapi justru memberikan ketahanan yang dibutuhkan perusahaan global di dunia yang terfragmentasi dan penuh ketidakpastian,” ujar Denis Depoux, Global Managing Director Roland Berger.