LPEM UI: Kondisi Ekonomi RI Memburuk, BI Perlu Tahan Bunga 5,75%

- Kondisi ekonomi RI diproyeksikan memburuk di 2025 menurut LPEM UI
- PHK, turunnya IKK, dan penurunan harga komoditas berkontribusi terhadap kondisi ekonomi yang memburuk
- Inflasi rendah menyebabkan BI perlu tahan bunga acuan pada level 5,75 persen
Jakarta, FORTUNE - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) menyatakan ekonomi RI di 2025 diproyeksikan bakal memburuk karena sejumlah faktor. Hal itu diperkuat dalam Economic Experts Survey yang dirilis Senin (17/3). Untuk itu, pihaknya mengimbau Bank Indonesia (BI) dapat mempertahankan bunga acuan di 5,75 persen pada periode Maret 2025 ini.
Dalam survei tersebut, 23 dari 42 ahli ekonomi atau 55 persen setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini telah memburuk dibandingkan dengan tiga bulan yang lalu. Tujuh ahli bahkan menganggap situasi ini jauh lebih buruk dari tahun sebelumnya. Sementara 11 ahli menganggapnya stagnan, dan hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik.
“Dengan interval kepercayaan rata-rata sebesar 7,71 poin, hasil survei ini menunjukkan pandangan yang umumnya pesimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia menurut para ahli ekonomi,” kata Wakil Direktur LPEM FEB UI, Jahen Fachrul Rezki melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Rabu (19/3).
Ramai PHK hingga turunnya IKK jadi penyebab turunnya ekonomi RI

Dari analisa LPEM UI terungkap bahwa ekonomi yang memburuk disebabkan oleh ramainya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor hingga turunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sendiri mencatat jumlah pekerja terkena PHK telah mencapai 60.000 pekerja hingga Februari 2025, dan berpotensi akan terus bertambah menjelang pertengahan tahun. Sedangkan, IKK pada Januari 2025 tercatat 127,2 atau turun 0,5 poin jika dibandingkan Desember 2024 sebesar 127,7.
“Lalu, turunnya beberapa harga komoditas seperti batu bara, bijih besi, dan CPO juga berkontribusi terhadap nilai ekspor yang lebih rendah,” kata Fachrul.
Lebih lanjut, nilai impor melemah sebesar US$3,22 miliar dari US$21,22 miliar di Desember 2024 ke US$18,00 miliar di Januari 2025, mencatatkan penurunan nilai impor bulanan terbesar sejak Juni 2023. Lebih rinci, nilai impor Indonesia tumbuh sebesar -2,67% (yooy) atau -15,18 persen (mtm).
Inflasi rendah, BI diharap tahan bunga acuan

Di sisi lain, inflasi umum di Januari 2025 tercatat sebesar 0,76 persen (yoy) atau mencatatkan level terendahnya sejak tahun 2000 dan turun di bawah rentang target BI. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh diskon tarif listrik hingga 50 persen terhadap kelompok rumah tangga tertentu.
“Bank Indonesia perlu mempertahankan BI Rate pada level 5,75 persen. Apalagi, pada bulan lalu, the Fed, sesuai ekspektasi pasar menahan suku bunga acuannya namun Bank Indonesia secara tidak terduga menurunkan suku bunga acuannya walaupun Rupiah sedang dalam tekanan,” katanya.
Lebih lanjut, Presiden Trump yang baru dilantik juga meluncurkan berbagai macam arah kebijakan, termasuk pengetatan arus migrasi yang berpotensi mengetatkan pasar tenaga kerja AS, pemotongan pajak korporasi, dan berbagai tarif impor, yang secara keseluruhan berpotensi meningkatkan inflasi AS dan memicu ketidakpastian global.