Utang Pinjol Tembus Rp90,99 triliun, Bukti Ekonomi Warga Tertekan

- Utang masyarakat di industri pinjaman online (pinjol) tembus Rp90,99 triliun atau naik 22,16 persen (YoY) pada September 2025.
- Pembiayaan macet atau Tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) juga ikut melonjak di level 2,82 persen dibandingkan dengan posisi Agustus 2025.
- Fenomena tingginya pinjaman online mencerminkan ketimpangan antara gaya hidup digital yang serba cepat dengan ketahanan ekonomi riil yang lemah.
Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding utang masyarakat di industri pinjaman online (pinjol) mencapai Rp90,99 triliun atau melonjak 22,16 persen (YoY) pada September 2025. Saat pinjaman melonjak, pembiayaan macet atau Tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat juga ikut melonjak di level 2,82 persen dibandingkan dengan posisi Agustus 2025 di posisi 2,60 persen.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai fenomena ini sebagai bukti bahwa ekonomi warga tertekan dan bergantung pada pinjol.
“Ini mencerminkan tekanan yang lebih dalam pada ekonomi rumah tangga. Pinjol telah menjadi mesin daya beli bagi banyak masyarakat, dan di balik pertumbuhannya tersimpan cermin rapuhnya fondasi ekonomi nasional,” kata Achmad ketika dihubungi Fortune Indonesia di Jakarta, Senin (10/11).
Ironisnya, ketika utang pinjol tumbuh subur, justru ekonomi nasional hanya mampu tumbuh sekitar 5,04 persen di kuartal III-2025. Achmad menyebut pinjol sebagai oksigen sementara bagai ekonomi rumah tangga yang sesak nafas.
Ekonom: jangan sampai utang macet pinjol jadi bom waktu

Achmad menambahkan, fenomena tingginya pinjaman online ini juga mencerminkan ketimpangan antara gaya hidup digital yang serba cepat dengan ketahanan ekonomi riil yang lemah. “Generasi muda bukan tidak produktif, tetapi mereka menghadapi realitas ekonomi di mana pendapatan tumbuh lebih lambat daripada kebutuhan,” katanya.
Dengan demikian, Ia berharap macetnya pinjaman online tidak akan menjadi bom waktu dan mengganggu perekonomian nasional. Apalagi, saat ini ramai fintech yang gagal bayar dan menimbulkan banyak korban dari sisi borrower seperti Investree hingga Dana Syariah Indonesia.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan, seluruh pihak harus turut serta mengawasi kinerja dari berbagai fintech. Di satu sisi, Huda menilai peraturan OJK sudah sangat ketat mengatur terkait manajemen di perusahaan pinjol mulai dari sertifikasi hingga pengangkatan direksi.
“Masyarakat dalam hal ini investor atau lender, harus benar-benar mengecek terlebih dahulu perusahaan yang akan diberikan dana. Apakah ada profil perusahaan yang besar. Dengan jumlah pendanaan yang besar, saya yakin harusnya mempunyai dokumen administrasi yang lengkap,” kata Nailul Huda.
Namun demikian, lanjut Huda, ke depannya OJK juga harus lebih ketat memitigasi adanya fintech gagal bayar melalui early warning sistem. OJK juga harus mempunyai standar baku penanganan kasus fintech gagal bayar di kemudian hari.















