Kemenparekraf Ungkap Potensi Rugi Kebakaran Bromo Tembus Rp89,7 Miliar
Kemenparekraf sudah punya strategi naikkan kunjungan wisata.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memperkirakan kerugian akibat kebakaran di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mencapai Rp89,7 miliar.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf, Nia Niscaya, mengatakan total potensi kerugian negara ini terhitung selama 13 hari penutupan TNBTS selama masa pemadaman api. “Dua dimensi yang dihitung Kemenparekraf adalah dari sisi tidak adanya pemasukan tiket, kemudian ada dari sisi pengeluaran wisatawan,” ujarnya dalam Weekly Brief Kemenparekraf, Senin (25/9).
Total kerugian Rp89,7 miliar, itu dihitung berdasarkan potensi kerugian penjualan tiket (loss ticket) yang mencapai Rp121,38 juta per hari. Artinya, jika 13 lokasi wisata itu tak beroperasi, kerugiannya adalah sebesar Rp1,57 miliar.
Sementara itu, dari potensi pengeluaran wisatawan yang hilang mencapai Rp6,77 miliar, dari total 13 hari sebesar Rp88,13 miliar.
Fokus rehabilitasi
Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah melakukan rehabilitasi di TNBTS, mecnakup rehabilitasi fisik, ekonomi, sosial, dan manajemen. “Saat ini sudah memasuki rehabilitasi fisik, yaitu penanaman pohon dan pembibitan, juga peningkatan sarana prasarana,” katanya.
Sementara, untuk rehabilitasi manajemen, KLHK juga tengah mengganti sepatu para pemadam api, di samping rehabilitasi sosial dalam bentuk edukasi masyarakat. Hal ini ini penting karena kawasan Bromo masuk menjadi salah satu dari 10 wisata prioritas di Indonesia.
“Kemenparekraf, nantinya akan jadi pihak yang memasarkan Bromo untuk kembali bisa dinikmati oleh wisatawan dan pelaku wisata serta ekonomi kreatif. Jadi, ujungnya lebih kepada memberikan nilai ekonomi dari kekayaan yang ada di gunung bromo,” kata Nia.
Strategi Kemenparekraf
Direktur Kajian Strategis Kemenparekraf, Agustini Rahayu, meanmbahkan terdapat tiga strategi untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan ke TNBTS, setelah penutupan sementara.
Strategi pertama, penegakan hukum sesuai Undang-Undang no.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Kemudian, monitoring dan evaluasi berkala mengenai penerapan Standard Operation Procedure (SOP) kunjungan wisatawan, dan memperketat pengawasan di lapangan,” ujarnya.
Sedangkan, strategi ketiga adalah memotivasi wisatawan untuk lebih bertanggung jawab menjaga lingkungan alam melalui berbagai program. “Karena destinasi Indonesia berbasis alam, terbentuknya lama, kerugian begitu besar, sayang kalau tidak dibantu oleh semua pelaku wisata, termasuk wisatawan,” kata Rahayu.