TNI Aktif Isi Jabatan Sipil, TII: Kelewatan, Ancam Demokrasi
- TII menanggapi revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit aktif mengisi jabatan sipil, melanggar supremasi sipil dan semangat Reformasi 1998.
- Komisi I DPR RI ingin merevisi tiga pasal UU TNI terkait kedudukan TNI, penempatan prajurit di kementerian/lembaga, dan batas usia pensiun.
- Ada 16 kementerian atau lembaga yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Jakarta, FORTUNE – Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) menanggapi soal revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2024 yang salah satunya berisi wacana bahwa prajurit aktif TNI bisa mengisi jabatan sipil.
”Sebagai negara demokrasi yang mengedepankan supremasi sipil, UU TNI sudah mengatur jelas bahwa TNI aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil. Pengecualian untuk beberapa jabatan tinggi juga sudah ada jelas, terlepas tuntutan Reformasi 1998 yang menginginkan dwifungsi untuk dihapuskan,” jelas Christina lewat keterangan tertulis, dikutip Jumat (14/3).
Dia menegaskan bahwa usulan penambahan beberapa jabatan sipil baru untuk dapat diisi TNI aktif berlawanan dengan semangat Reformasi 1998. Apalagi jabatan yang bisa diisi adalah jabatan di tingkat pemerintah pusat yang tergolong tinggi.
”Dukungan terhadap ide TNI aktif masuk dalam pemerintah menurut saya cukup kelewatan karena ini secara langsung bisa mengancam demokrasi. Dalih merevisi RUU TNI untuk mengizinkan penambahan jabatan sipil yang bisa dijabat TNI aktif yang diklaim untuk memberikan pembatasan yang jelas dan kepastian hukum tidak bisa dijadikan alasan,” tambah dia.
Kemudian, Christina menuturkan mekanisme pembentukan UU tidak boleh selalu disalahgunakan untuk manuver politik tertentu. Selama dibentuk oleh DPR RI dan disetujui oleh Presiden, UU bisa terus berubah.
”Mungkin hari ini diusulkan 15 kementerian dan lembaga yang bisa dimasuki oleh TNI aktif. Tapi di masa mendatang, bisa jadi juga ketentuan ini dicabut sepenuhnya, dan dengan kesepakatan antara DPR dan Presiden, hal seperti ini akan tetap bisa disahkan jadi Undang-Undang,” terang Christina.
Dia juga mengatakan bahwa wacana untuk perluasan jabatan sipil yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif harus dihentikan.
“Sebagai negara demokrasi, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat seharusnya memutar otak untuk makin baik menjaga marwah demokrasi, bukan justru mencari cara untuk mengompromikannya secara cerdik dan licik,” ujar Christina.
3 pasal UU TNI yang ingin direvisi
Sebelumnya, pada Selasa (11/3), Komisi I DPR RI sudah mengadakan raker bersama Menteri Pertahanan (Menhan) RI Sjafrie Sjamsoeddin guna membahas revisi UU TNI. Dalam rapat tersebut, ada tiga pasal UU TNI yang diusulkan untuk direvisi.
Ketiga pasal itu adalah Pasal 3 soal kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan prajurit TNI di kementerian atau lembaga (K/L), dan Pasal 53 mengenai batas usia pensiun.
16 kementerian atau lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif
Dalam raker Komisi I DPR RI dan Kemenhan, ada 15 kementerian atau lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif TNI. Namun, kabar terbaru, anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan Panja DPR menyepakati ada satu lagi kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif.
Berikut daftar lengkap 16 kementerian atau lembaga yang dapat dijabat prajurit TNI aktif tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
1. Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
2. Pertahanan Negara
3. Sekretaris Militer Presiden
4. Inteligen Negara
5. Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
7. Dewan Pertahanan Nasional (DPN)
8. Badan SAR Nasional
9. Narkotika Nasional
10. Kelautan dan Perikanan
Tambahan
11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
13. Keamanan Laut
14. Kejaksaan Agung (Kejagung)
15. Mahkamah Agung (MA)
Tambahan terbaru dari Panja DPR
16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Rapat tersebut juga merupakan tindak lanjut dari surat presiden (Surpres) Prabowo Subianto bernomor R-12/Pres/02/2025. Surpres ini telah diberikan kepada DPR RI pada 13 Februari 2025 lalu.