BUSINESS

Lanjutkan Gasifikasi Batu Bara, PTBA Masih Tunggu Perpres

Gasifikasi bisa hemat subsidi LPG Rp7 triliun per tahun.

Lanjutkan Gasifikasi Batu Bara, PTBA Masih Tunggu Perpressource_name
28 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail mengatakan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, masih menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum kegiatan hilirisasi tersebut.

Meski demikian, perusahaannya tetap melanjutkan pembangunan pabrik gasifikasi batu bara yang ditarget rampung pada 2027 tersebut. Proyek ini ditangani 3 perusahaan antara lain PTBA sebagai penyuplai batu bara, PT Pertamina sebagai offtaker, dan perusahaan asal Amerika Serikat Air Product sebagai prosesing dan penyedia teknologi.

Hingga saat ini, menurut Arsal, payung hukum tersebut masih dalam tahap penyusunan dan diharmonisasi di kementerian terkait. "Sampai dengan saat ini draf perpresnya ini telah dilakukan pembahasan oleh kementerian terkait dan ini menjadi salah satu syarat yang diperlukan yang harus kami penuhi agar proyek ini bisa mendorong percepatan dari DME ini," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VII DPR, Senin (28/11).

Selain menunggu Perpres, PTBA juga menyampaikan lima poin kelanjutan program gasifikasi batu bara. Pada 14 Juni lalu, tutur Arsal, pihaknya telah melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama proyek Coal to DME dengan Air Product Company Indonesia (APCI). Kini pihaknya masih menunggu penandatanganan draf serupa dengan Pertamina Patra Niaga offtaker produk.

Selain itu, PTBA juga tengah melakukan site investigation oleh APCI dan pembahasan side agreement biaya lahan. Saat ini, perusahaan melakukan survey geoteknik telah dilakukan di lokasi proyek Coal to DME.

"Ini juga telah dan sedang kami lakukan dan ini meng-address kesiapan di lapangan tentunya kami bersama Air Product sebagai processing company ini melakukan asesmen terhadap spesifikasi teknis land preparation di lokasi proyek Coal to DME, ini kami lakukan secara detail karena di sana tanahnya umumnya mengandung batu bara" ungkapnya.

Selanjutnya, PTBA juga telah melaksanakan sampling analisis spesifikasi batu bara yang difokuskan di blok Banko Tengah A. Hasil sampling tersebut akan menjadi basis perencanaan spesifikasi batu bara untuk menghasilkan DME. "Ini sudah dan sedang kami lakukan. Dan kami sudah melakukan pengeboran lagi sudah ada 32 titik, mungkin ada 7 titik lagi yang kami harapkan selesai Desember ini," jelasnya.

Selanjutnya, terkait lahan untuk pembangunan pabrik, perusahaan telah melakukan pembebasan 163,87 hektar dari 164 hektar yang dibutuhkan. "Kawasan itu juga nanti akan jadi kawasan industri khusus hilirisasi. Izin ini sudah kami dapatkan pada 2021. Sekarang kami fokus untuk menjadi kawasan ekonomi khusus. Sedang dalam proses evaluasi. Kami harapkan KEK dengan insentif yang ada dapat mendukung program ini," jelasnya.

Total investasi sekitar Rp33 triliun

Sebagai informasi, rencana investasi gasifikasi batu bara PTBA di Tanjung Enim diperkirakan bakal menyerap investasi hingga US$2,3 miliar atau sekitar Rp33 triliun dan membuka lapangan pekerjaan untuk sekitar 1.000 orang di tahap operasional.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memproyeksikan kerja sama gasifikasi batu bara oleh PTBA, Pertamina dan APCI itu dapat mengurangi subsidi liquid petroleum gas (LPG) hingga Rp7 triliun per tahun. 

"Hilirisasi sumber daya alam dengan gasifikasi batu bara menjadi gas DME untuk mengurangi impor LPG merupakan bagian dari transformasi BUMN agar siap menghadapi pasar global," ujarnya dalam acara peresmian proyek gasifikasi batu bara tersebut awal tahun silam.

Pemerintah yakin migrasi dari LPG ke DME juga dapat menghemat hingga Rp70 triliun. Sebab, hingga kini impor LPG Indonesia terbilang cukup besar, yakni mencapai Rp80 triliun dari total kebutuhan Rp100 triliun. "Hal ini bertujuan demi mengurangi ketergantungan pada impor liquid petroleum gas (LPG) dan penguatan energi hijau Indonesia," kata Erick.

Related Topics