Kementerian ATR/BPN Pakai Blockchain dan Sertifikat Digital Mulai 2028

- Kementerian ATR/BPN akan menerapkan blockchain dan smart contract pada 2028 untuk menggantikan sertifikat tanah fisik dengan versi digital.
- Transformasi dimulai sejak 2024 dengan penerapan Sertifikat Elektronik di seluruh Kantor Pertanahan, dan dilanjutkan dengan layanan Peralihan Hak Atas Tanah Elektronik pada 2025.
- ATR/BPN juga mengembangkan sistem Generative Artificial Intelligence (AI) Pertanahan untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana menerapkan sistem pertanahan berbasis blockchain dan smart contract secara menyeluruh pada 2028. Langkah ini akan menggantikan penggunaan sertifikat tanah fisik dengan versi digital yang diklaim bakal lebih aman dan transparan.
“Mulai 2028, layanan pertanahan diharapkan sudah fully digital dengan penerapan blockchain pertanahan dan smart contract,” ujar Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) ATR/BPN Asnaedi, mengutip Antara, Senin (6/10).
Transformasi menuju digitalisasi layanan pertanahan telah dimulai sejak 2024 melalui penerapan Sertifikat Elektronik di seluruh Kantor Pertanahan. Pada 2025, langkah ini dilanjutkan dengan peluncuran layanan Peralihan Hak Atas Tanah Elektronik yang hampir menjangkau seluruh provinsi.
Memasuki 2026, sertifikat tanah fisik hanya akan menjadi pilihan tambahan, sementara sertifikat digital ditetapkan sebagai standar utama. Langkah ini diambil untuk menekan potensi pemalsuan dokumen yang selama ini kerap merugikan masyarakat.
Selain transformasi berbasis blockchain, ATR/BPN juga tengah mengembangkan sistem Generative Artificial Intelligence (AI) Pertanahan. Teknologi ini akan mengintegrasikan seluruh regulasi dan petunjuk teknis, sehingga mampu membantu proses pengambilan keputusan serta berpotensi meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Asnaedi mengatakan, generasi muda menjadu penentu dalam mendukung transformasi ini. “Kita berharap Gen Y dan Z yang matang secara ilmu, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan kuat bisa menjadi motor penggerak transformasi digital ATR/BPN. Taruna dan Taruni STPN merupakan bagian dari generasi tersebut,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) tengah bersiap bertransformasi menjadi Politeknik agar lulusannya lebih siap menghadapi tantangan era digital.
Dengan penerapan blockchain, sertifikat elektronik, hingga dukungan AI, sistem pertanahan Indonesia digadang akan menjadi lebih efisien, transparan, dan sulit dipalsukan. Transformasi ini menandai langkah besar menuju digitalisasi penuh layanan publik di sektor agraria.
Wacana ini telah bergaung sejak 2024, kala itu masih berada pada tahap usulan dan pengkajian intensif untuk penerapan dalam sistem sertifikat tanah. Melansir Antara, langkah menuju digitalisasi ini juga muncul akibat maraknya praktik mafia tanah yang kerap menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebelumnya menyampaikan bahwa sebanyak 87 kasus mafia tanah menjadi target operasi pada 2024.
“Pada 2024 ini, ada 87 kasus mafia tanah yang menjadi target operasi. Ada kenaikan 5 TO dari sebelumnya 82 target operasi,” ujar AHY di Mapolda Jawa Tengah, Semarang, Senin (15/7/2024). Dari 87 kasus yang sedang berproses, kata dia, terdapat 47 kasus yang sudah memasuki penetapan tersangka, baik P19 maupun P21, dengan jumlah tersangka sebanyak 92 orang.
Blockchain merupakan teknologi basis data terdistribusi yang memungkinkan penyimpanan data secara aman, transparan, dan tidak dapat diubah. Blockchain berpotensi menjadi alat yang efektif untuk menekan praktik mafia tanah. Karena seluruh data tersimpan dalam jaringan terdistribusi yang tidak bisa diubah sepihak, setiap transaksi atau perubahan kepemilikan tanah akan terekam secara permanen dan dapat dilacak oleh publik maupun otoritas. Sistem ini juga membantu menghilangkan celah manipulasi dokumen dan mempersempit ruang bagi praktik percaloan maupun pemalsuan sertifikat.