Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Korupsi Minyak Mentah Pertamina, MITI: Sistem Pengawasan Lemah

Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (youtube.com/Kejaksaan RI)

Jakarta, FORTUNE – Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto menilai kasus korupsi minyak mentah Pertamina menandakan sistem pengawasan operasional migas hingga saat ini masih lemah. Salah satu yang disorot adalah dugaan BBM RON 90 yang dioplos agar menjadi RON 92.

Mulyanto juga mengatakan bahwa dugaan korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun tersebut merupakan aib besar. Hal ini karena terjadi di perusahaan negara yang seharusnya memiliki sistem pengawasan sangat ketat.

Pemerintah harus bongkar sampai tuntas

Mulyanto mendesak agar pemerintah betul-betul membongkar kasus ini secara tuntas sampai ke akar-akarnya.

“Pemerintah jangan ragu-ragu memeriksa siapapun yang terlibat dalam kasus ini baik pejabat tinggi, politikus ataupun beking aparat,” tegas Mulyanto via keterangan tertulis yang diperoleh Fortune Indonesia, Rabu (26/2).

Dia pun menyebut angka kerugian negara, terutama untuk pemberian kompensasi BBM sebesar Rp126 triliun dan untuk pemberian subsidi BBM sebesar Rp21 T sangat besar. Maka dari itu, pemerintah harus mengusut masalah ini dengan serius.

“Ini kan jumlah yang sangat besar. Jadi Luhut (Ketua Dewan Ekonomi Nasional) jangan buru-buru mengangkat wacana untuk menghapus subsidi BBM, yang mengorbankan masyarakat, tetapi yang utama adalah untuk lebih serius memberantas korupsi BBM seperti ini,” terang Mulyanto.

Menurut dia, dengan dugaan kasus korupsi tersebut masyarakat pun secara langsung dirugikan. Misalnya, mereka membayar untuk membeli Pertamax, tetapi yang diterima adalah Pertalite.

Kronologi korupsi minyak mentah Pertamina

Ilustrasi mengisi Pertamax di SPBU Pertamina (pertamina.com)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkapkan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, serta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada tahun 2018—2023. 

Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka. Empat orang di antaranya adalah petinggi Pertamina termasuk Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Selain Riva, tiga tersangka lain dari Pertamina yaitu Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, dan Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono.

Tiga tersangka lainnya adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

Pihak Kejagung menjelaskan, pada 2018—2023 terdapat ketentuan pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. PT Pertamina juga wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Berdasarkan penyidikan Kejagung, tersangka Riva, Sani, dan Agus melakukan pengondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang didapatkan dari impor.

Pemufakatan jahat

Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (pertaminapatraniaga.com)

Guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

Dalam penyidikannya, pihak Kejagung mendapatkan fakta, yakni ada pemufakatan jahat (mens rea) pada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Perbuatan itu dilakukan d antara tersangka Sani, Agus, dan Yoki bersama DMUT/broker, yaitu tersangka Kerry, Dimas, dan Gading sebelum tender dilaksanakan.

Para pihak tersebut telah menyepakati mengatur harga dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum serta merugikan keuangan negara. Lalu, tersangka Riva, Sani, dan Agus memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

Tersangka Dimas dan Gading pun melakukan komunikasi dengan tersangka Agus untuk bisa mendapatkan harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan memperoleh persetujuan dari tersangka Sani untuk impor minyak mentah serta dari tersangka Riva untuk impor produk kilang.

Dugaan oplos

Ilustrasi SPBU Pertamina (pertamina.com)

Selanjutnya, Kejagung menerangkan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva diduga membeli RON 92 atau Pertamax.

Kenyataannya, dia hanya membeli RON 90 atau Pertalite. Lalu dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tak diperbolehkan.

Sementara itu, tersangka Yoki dalam melakukan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina International Shipping, diduga sengaja menaikkan harga (mark up) sebesar 13—15 persen. Hal itu kemudian diduga menguntungkan tersangka Kerry.

Atas perbuatan mereka, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar membeberkan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp193,7 T.

Kerugian ini berasal dari berbagai komponen, yaitu:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 T

  • Kerugian impor minyak mentah melalui daftar mitra usaha terseleksi (DMUT) atau broker sekitar Rp2,7 T

  • Kerugian impor BBM melalui DMUT/broker Rp9 T

  • Kerugian dari pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 T

  • Kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 T.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogama Wisnu Oktyandito
EditorYogama Wisnu Oktyandito
Follow Us